Nury's Foot Step

Antara Saya dan Matematika

Kalo ingat matematika, saya langsung ingat masa-masa suram saya waktu saya sd. Entah mengapa dengan pelajaran yang satu ini, saya anti sekali. Jangankan mengerjakan, melihatnya pun saya sudah males tingkat Alpen. Cerita tentang keengganan saya mengenal dan mempelajari matematika, bermula sejak saya duduk di bangku sd kelas 1.
Suatu malam, saya mendengar teteh saya sedang belajar matematika dibantu oleh abi (bapak – red) saya. Awalnya semua berjalan so smoothly, 
3 x 3 sama dengan?” abi saya bertanya,
nggg... (kelihatan komat-kamit sambil mikir) 9!” jawab teteh saya pasti.
pinteeeer.. lanjut! 4 x 4?”
sambil mikir makin keras, “16! eh bentar.. (mikir lagi) iya 16, bi..”
lanjut, 6×8?”
“……..”
dari situ kengerian berlanjut, teteh saya ternyata ga bisa jawab lagi. Mulailah abi saya bertanya soal perkalian dan pembagian lain, parahnya si teteh makin ga bisa jawab,hahaha.. Dan kelihatan mukanya pucet pasi banget.  Nampaknya setelah sekian lama bertanya dan teteh saya cuma bisa komat-kamit sambil mikir keras dan jawabannya tetap salah, abi saya mulai ngambek.
“Kamu masa gini aja ga bisa?”
“…….”, teteh saya ga bisa jawab apa-apa.
Kelanjutannya ya begitu, akhirnya abi saya marah dan teteh saya nangis.

Tak ada pikiran lain untuk anak seusia sd saat itu, kecuali abi saya marah gara-gara teteh saya ga bisa ngerjain soal matematika. Teteh saya nangis gara-gara abi saya marah dan ga bisa ngerjain soal matematika. Berarti matematika adalah suatu pelajaran yang susah. Contoh itu berhasil membuat saya parno sama matematika.

Kengerian terhadap matematika berlanjut saat saya kelas 4sd.
Guru saya waktu itu sangat hobi bermain dengan anak muridnya (baca: ngasil soal matematika). Setiap akan pulang sekolah, guru saya itu sangat gemar memberi soal yang berkaitan dengan hitung-menghitung (untung dulu belom belajar fisika-kimia-statistik, makin mabok aja tuh saya). Sudah seperti ritual, guru itu selalu memberi soal matematika sebelum kami pulang sekolah. Yang bisa mengerjakan, boleh pulang. Entah perkalian, entah pembagian, entah jumlah-jamleh soal bangun datar, entah dibentuk dengan semacam soal cerita matematika. Tapi bagaimanapun wujudnya, matematika sudah seperti hantu di mata saya. Ingin selalu menghindarinya.

Lanjut.
Saya sangat ingat, pada suatu hari ibu guru memberi kami soal tentang menghitung tinggi trapesium. Soalnya didesain dengan sudah diketahuinya luas dan lebar dan ada sedikit daerah yang diarsir. Seperti biasa, yang bisa mengerjakan boleh pulang duluan. Setelah beberapa lamanya berpikir, satu persatu teman diperbolehkan untuk pulang. Peraturan yang saat itu tidak bisa dilanggar, “JANGAN KASIH TAHU TEMAN YANG LAIN”. Jadilah saya nunduk sambil corat-coret ga puguh. Teman saya udah pada nongol di pintu masuk kelas memperlihatkan senyum semangat nya Smash, sambil seolah-olah berkata “cepetan dong, saya aja bisa masa kamu ga bisa!”.
Setengah jam berlalu, tinggal beberapa teman (of course termasuk saya) yang masih adem nunduk sambil kotrat-kotret kertas, menghitung soal yang ibu guru gambarkan di papan tulis hitam depan kelas.
Lima belas menit kemudian, sisa 4 orang (masih saya juga termasuk.. #ngenes).
Menit-menit terakhir, hanya tinggal saya dan teman saya. Lalu ibu guru bilang,
“Nury, kamu masih belom selesai juga? Masa soal segini gampangnya ga bisa?”.
Ya udah, ibu aja yang ngerjain!”, saya ngebatin (well, ga sopan memang :d).
Temen seperjuangan saya yang terakhir akhirnya tersenyum puas sambil bilang “YES!” saat menyetorkan pekerjaan luas trapesiumnya itu ke ibu guru kelas 4 kami. Well, berarti sisa saya seorang. Jangan tanya perasaan saya seperti apa saat itu. Antara malu, kesel, pengen nangis, ga enak duduk, laper, pingin ke kamar mandi semua lebur jadi satu. Saya masih nunduk, ga berani liat wajah ibu guru.
Mungkin karena kasihan melihat saya terus menunduk mengerjakan soal yang tak kunjung selesai, beberapa menit setelahnya ibu guru itu memperbolehkan saya pulang.  Jadwal pulang kelas 4 sebetulnya jam 11.00, tapi saya baru bisa pulang jam 12.30. Alasannya sudah tahu kan? Saya tidak bisa mengerjakan soal tinggi trapesium.

tumblr_lfwny8Jdex1qd7dzuHari itu benar-benar makin membuat saya semakin tak menyukai matematika. Bahkan saking maboknya, soal tentang perkalian dan pembagian sesederhana mungkin, butuh waktu lama untuk saya mengerjakannya. Mungkin karena fisika dan kimia juga ada unsur hitung-menghitungnya, saya pernah mendapatkan nilai 45 untuk kedua mata pelajaran itu ketika saya duduk di kelas 10. Tapi entah mengapa saya sangat menyukai akuntansi dan ekonomi. Bahkan saat saya duduk di kelas 11, saya mewakilkan sekolah saya untuk mengikuti olimpiade akuntansi antar SMA se-Kota Bandung dan menjadi murid teladan se-SMA, mengalahkan anak IPA yang terkenal pintar (saya dulu jurusan IPS). Ajaib memang.

Sedablo-dablonya saya sama matematika sampai saat ini, saya masih bisa ngambil beberapa pelajaran penting. Karena tentu saja, salah satu ciri orang yang hebat adalah orang yang bisa mengambil pelajaran dan pemahaman sebaik mungkin dari pengalaman seburuk mungkin. Dan saya sedang berusaha untuk menjadi orang hebat itu.
Karena saya sangat ampun-ampunan tentang matematika dan merasa tidak bisa unggul di matematika, saya mencari jalan tengah. Saya harus bisa unggul di beberapa hal yang lain. Itu yang saya pikirkan sejak saya sekolah dasar. Walau tak hebat dengan matematika, saya tetap bisa selalu jadi 3 besar saat SD, karena saya mengunggulkan nilai di mata pelajaran yang lain.
Jangan karena tak bisa satu hal, jadi membuat kamu juga merasa tak bisa mengerjakan dan menghasilkan potensi hebat di beberapa hal yang lain. Ada banyak bagian di dunia ini yang bisa kamu ambil dan pelajari. Keinferioran kamu harus membuat kamu jauh lebih dahsyat dan superior di banyak hal.

Walau saya tak menyukai matematika, saya sangat mengapresiasi orang yang sangat expert dengan matematika dan orang yang ingin mengenal matematika. Dan selalu saya beranggapan, orang yang seperti itu adalah orang-orang hebat dahsyat. Sama halnya saya mengapresiasi orang-orang yang sangat menyukai fisika-kimia-bahkan statistik hingga sejarah sekalipun. Saya pikir semua mata pelajaran sama, hanya dibutuhkan kamu ingin “menyukai” dan “bersahabat” dengan mereka atau tidak. Jika kamu sudah bersahabat, apapun akan berusaha kamu terima bukan?

Sekian. Dan salam matematika! ^^

4 thoughts on “Antara Saya dan Matematika

  1. huaaaa…. matematika… sampai saat ini saya berusaha ‘benar-benar’ menyukai matematika :p

    sebenarnya saya lebih suka kimia dibanding matem. saya ingin pandai dlm bidang mtk dan katanya dengan bermatematikaria setiap hari itu bisa membuat sabar, jadi pilihan snmptn yg no 1-nya di mtk..alhasil lolos di pilihan 1 itu :(: hehehe

  2. tiap org pny kelebihan masing2, klo krg jago math bs ke pelajaran lain. tp sayang mindset masyarakat menganggap yg tidak pandai math itu org bodoh (padahal nggak gitu jg) 😀

Leave a reply to Hill-men Cancel reply